Hari 10 : Pulau Peucang

    Seperti yang aku ceritakan sebelumnya pada tulisan tentang Ujung Kulon, kawasan TNUK terdiri dari daratan dan perairan. Ada sebagian wilayah daratan yang tidak menyatu yaitu Pulau Panaitan dan Pulau Peucang. Itulah kenapa TNUK memiliki wilayah perairan yang cukup luas karena memiliki daratan berupa pulau. Kali ini aku akan menceritakan mengenai perjalanan menuju Pulau Peucang. Untuk bisa sampai di pulau itu, kita harus menggunakan transportasi laut baik speed boat ataupun kapal. Pada kesempatan itu, kami menyewa kapal milik nelayan yang biasa digunakan untuk menangkap ikan. Kapal ini termasuk kecil, namun jika digunakan untuk kapal penumpang seperti ini bisa memuat sampai 15 orang.

    Perjalanan dimulai dari dermaga desa Tamanjaya, satu persatu mulai menaiki kapal. Setelah persiapan selesai, kapal bergegas melaju meninggalkan dermaga. Kondisi ombak saat itu cukup tenang sehingga tidak terlalu banyak mengguncang kapal. Kondisi ini juga disebabkan karena arah angin searah dengan arah perjalanan kapal. Pemandangan yang akan kita lihat adalah Rumpon yang berjejer. Rumpon merupakan tempat yang sengaja dibuat untuk menangkap ikan. Bangunan ini biasanya terbuat dari bambu dan berada di daerah yang berombak tenang. Perjalanan kapal lebih banyak berada di bagian pinggir, mendekati daratan TNUK. Walaupun terlihat dekat tapi sebenarnya masih lumayan jauh sampai di daratan. Sesekali kami berpapasan dengan kapal yang menuju ke arah sebaliknya dengan kecepatan yang lebih kencang daripada kapal yang kami naiki. Di salah satu ujung kita akan menjumpai sebuah pohon mati yang masih berdiri tegak. Pohon-pohon lain di sekitar sudah tumbang dan mati. Pohon ini adalah bukti merupakan sisa dari keganasan tsunami selat sunda tahun 2018 silam. Setelah ini kapal berbelok arah ke kiri mengikuti bentuk daratan yang berbelok.

Ujung daratan TNUK

     Setelah melewati ujung daratan dan kapal berubah arah, tampak ada kapal yang sedang menangkap ikan. Mereka nampak menggunakan alat pancing untuk mendapatkan ikan. Kapal yang kami tumpangi juga sedang mencari lokasi untuk memancing. Setelah mendapatkan lokasi yang dianggap strategis, mesin kapal dimatikan dan jangkar diturunkan. Masing-masing orang sudah bersiap dengan alat pancingnya. Setelah umpan terpasang, kail segera dilempar ke setiap arah. Umpan yang digunakan berupa potongan cumi-cumi yang sudah disiapkan sebelumnya. Setiap orang terlihat begitu antusias dengan alat pancing masing-masing. Namun nasib baik belum memihak, tak ada satu pun ikan yang terkait. Kapten kapal memutuskan untuk berpindah lokasi. Jangkar mulai diangkat dan mesin kapal dinyalakan kemudian kapal melaju. 

    Kapal sampai di lokasi kedua, mesin dimatikan dan jangkar diturunkan kembali. Alat pancing mulai dilempar ke semua sisi kapal. Tak lama berselang ada ikan yang terkait di salah satu pancing. Setelah diangkat ternyata ukurannya lumayan kecil. Walaupun berukuran kecil tetapi bisa membangkitkan semangat yang lainnya. Orang-orang mulai bersemangat kembali dan terbukti ada satu orang lagi yang mendapatkan ikan. Semangat mendapat ikan masih menggebu-gebu, namun hingga matahari hampir tenggelam tak ada satupun ikan yang didapatkan lagi. Hari mulai gelap, akhirnya acara memancing disudahi dan kapal bersiap melaju kembali. Tujuan selanjutnya adalah dermaga pulau peucang. Kami akan menginap disana semalam dan sudah disewakan tempat menginap.

    Sesampainya di Pulau peucang hari sudah gelap dan kami langsung menuju tempat menginap. Setelah istirahat sejenak dan selesai membersihkan badan dilanjutkan makan malam. Makan malam kali ini disiapkan oleh kru kapal langsung diatas kapal. Ditemani angin malam yang lumayan kencang, kami menyantap nasi hangat dan ikan goreng. Acara makan malah selesai dan dilanjutkan berbincang santai di teras penginapan. Tak lama berselang ada rusa yang mendekat dan meminta makan. Kebetulan saat itu kami sedang menyantap semangka yang dibawa dari sumur. Tampak juga di kejauhan ada babi hutan yang lumayan besar. Hewan disini sudah tidak terlalu liar karena terbiasa berjumpa dengan manusia. Namun tetap saja merasa ngeri ketika ada babi hutan yang mendekat. Malam mulai larut dan kami pun beristirahat.
    

    Udara disini lumayan terasa dingin hingga pagi hari pun rasanya ingin tetap di tempat tidur. Namun kesempatan langka ingin menggerakan kaki untuk menyusuri pasir pantai yang putih dan lembut. Bahkan depan penginapan dan sepertinya di sekitaran pun berupa pasir semua. Sembari menunggu sarapan pagi siap, kami berjalan sepanjang pantai mulai dari dermaga menuju ke ujung. Di sepanjang pantai terdapat cottage yang terbuat dari bambu namun terlihat mewah. Saat itu langit cerah dan suasana sedang sepi hingga serasa pulau pribadi. Setelah puas menikmati pasir pantai yang putih halus dan air yang jernih kami kembali ke arah dermaga. Tak lupa sebelum kembali kami menyempatkan untuk mengabadikan momen yang ada. Sesampainya di dermaga kami langsung menyantap sarapan pagi yang sudah disiapkan. Terlihat raut muka yang bahagia walaupun tidak bisa terlalu lama menikmati kesempatan langka ini.

    Setelah selesai makan pagi, kami bersiap untuk kembali ke taman jaya menggunakan kapal yang kami pakai untuk berangkat. Karena sudah agak siang, kami bergegas berangkat. Supaya tidak terlalu sore sampai di dermaga karena akan melanjutkan perjalanan pulang ke Rangkasbitung. Kapal melaju seperti biasa dengan kondisi ombak yang tenang. Beberapa orang ada yang duduk di dalam dek dan ada yang di luar, bahkan di bagian depan kapal. Aku salah satu orang yang duduk bahkan rebahan di bagian depan kapal. Saat sudah sampai di dekat pohon yang berdiri sendirian, sebagian kembali ke bagian belakang kapal. Aku masih berada di bagian depan dan ternyata ombak setelahnya begitu ganas. Walaupun menurut orang sekitar ombak saat itu termasuk kecil. Bagi aku yang bukan orang pesisir dan belum pernah naik kapal sebelumnya termasuk ombak besar. 
    Kapal mulai digoncang ombak dan serasa seperti diangkat dan tiba-tiba dilepas. Beberapa kali air menyiprat ke kapal saat bagian depan terangkat dan jatuh. Perasaan tidak enak dan was-was mulai muncul. Selain tidak terbiasa berjumpa ombak seperti itu juga karena tidak menggunakan pelampung. Kapal yang kami tumpangi sepertinya hanya memiliki beberapa pelampung, sepintas yang aku lihat. Secara tidak langsung sebenarnya kurang aman karena kita tidak menggunakan pelampung. Namun apa daya karena adanya seperti itu dan aku hanya mengikuti. Walaupun dalam hati merasa tidak nyaman dan tidak aman. 
    Kondisi ini terus berlanjut mungkin sekitar 2 jam. Hal ini disebabkan karena arah pulang kami memang melawan arah angin dan juga ombak. Selama perjalanan terus berdoa agar segera sampai di tepi. Aku berpegangan tiang tali yang ada di ujung depan kapal. Ingin rasanya untuk berpindah ke bagian belakang, bergabung bersama yang lain. Namun apa daya, rasanya agak khawatir jika harus berdiri kemudian terjatuh. Membayangkan saja sudah ngeri karena guncangan kapal begitu terasa apalagi saat bertemu dua ombak sekaligus. Saat kondisi ini kapal akan berguncang dua kali, serasa jatuh kemudian jatuh kembali. Hanya bisa berpegangan dan berdoa agar segera sampai di tepi sembari sesekali menengok ke belakang.
    Perasaan tenang muncul ketika sudah mulai terlihat deretan rumpon di depan sana. Guncangan kapal mulai berkurang saat mendekati deretan rumpon itu. Hal ini karena ombak di sekitar sudah mulai tenag. Terlihat juga beberapa nelayan sedang menuju ke rumpon mereka. Tak lama kapal akhirnya sampai di dermaga taman jaya. Kami pun turun dan menuju ke penginapan kembali untuk bersiap pulang. Setelah istirahat sejenak, kami melanjutkan perjalanan pulang menuju rangkasbitung menggunakan mobil. Alhamdulillah semua diberi keselamatan dan kesehatan hingga sampai di rumah masing-masing.

Dermaga Pulau Peucang

    Sampai jumpa lagi Pulau Peucang, sampai jumpa lagi Taman Nasional Ujung Kulon. Pengalaman yang berkesan dan tak akan terlupakan. Semoga alammu tetap lestari dan terjaga. Suatu saat aku pasti kembali kesana. 

#menyusurisudutnegeri #28haribercerita

ARTIKEL TERKAIT

0 COMMENTS

LEAVE A COMMENT