Semarak Kemerdekaan: Tertahan 5 jam di Cikeusik

Sabtu kemarin(17/8) bertepatan dengan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia suasana meriah terlihat di berbagai wilayah, termasuk di Kecamatan Cikeusik. Sore itu aku bersama Kang Ubai tiba di daerah Cikeusik sekitar Pukul 16.00 WIB lewat. Kami berangkat dari Rangkasbitung sekitar pukul 14.30 WIB dan berencana menuju Cibaliung. Berhubung jalan utama Pandeglang-Labuan banyak pekerjaan jalan kami memutuskan untuk lewat jalur alternatif. Jalur yang Kami pilih salah satunya akan melewati Cikeusik. Kami memilih jalur ini karena aku pernah melewatinya dan tergolong sepi. Jalur yang kami pilih melewati berbagai wilayah yaitu Kecmatan Kalanganyar-Cikulur-Cileles-Banjarsari dan kemudian masuk wilayah Kabupaten Pandeglang yaitu Kecamatan Picung-Sindang Resmi-Munjul-Cikeusik. Awalnya perjalanan kami begitu lancar dengan melewati wilayah pedesaan yang sepi kendaraan, hingga akhirnya kami sampai di Cikeusik.

Di depan terlihat orang yang sedang menawarkan tempat parkir kendaraan. Mobil dan motor terlihat berjejer di lahan-lahan kosong pinggir jalan. Keramaian mulai nampak saat mendekati Pasar Cikeusik. Begitu banyak pedagang yang berjualan berbagai macam barang di lapak pinggir jalan. Hilir-mudik pengunjung baik yang menggunakan sepeda motor maupun jalan kaki dengan berbagai tentengan hasil belanjaan. Anak-anak muda hingga orang tua semua tumpah ruah di jalan. Mobil yang kami tumpangi mulai tersendat jalannya dikarenakan keramaian itu. Jalanan juga mulai bertambah padat dengan sepeda motor yang semakin banyak dan pengunjung yang terus bertambah. Kali ini bukan tersendat lagi, bahkan mobil yang kami tumpangi tidak bisa bergerak.

Langit yang terang tampak mulai gelap dan terdengar suara upacara penurunan bendera. Pikir kami mungkin macet ini karena sedang ada upacara penuruan bendera. Adzan maghrib mulai berkumandang, namun mobil-mobil yang berada di jalan tidak ada pergerakan sama sekali. Cara untuk menghibur diri menghadapi kemacetan ini mulai habis. Kang ubai pun mematikan mesin dan keluar dari mobil. Beliau berjalan-jalan di sekitar mobil sembari mengamati apa yang sedang terjadi. Walaupun sudah lama namun tetap saja tidak ada pergerakan, akhirnya aku pun gantian keluar dari mobil. Aku berjalan ke depan untuk mengamati apa yang sedang terjadi sembari mencari sesuatau yang bisa aku beli. Tampak penyebab kemacetan karena ada pertigaan di depan dan tidak ada yang mengatur lalu lintas. Aku juga menemukan penjual jus dan memesan 2 jus mangga untuk menyegarkan suasana. 

Jus mulai kami minum, terasa begitu dingin dan menyegarkan tenggorakan. Kini giliran perut yang mulai terasa lapar namun melihat sekitar adanya penjual pakaian dan perabotan. Aku berjalan kembali mencari penjual makanan yang memungkinakan untuk dimakan di dalam mobil. Setelah berjalan memutar-mutar hingga ke lapangan yang berada di belakang lapak para penuual, pilihanku tertuju pada bakso tusuk(bastus). Aku membeli dua bungkus dan membawanya kemabli ke mobil. Kami menikmati segelas jus mangga dan sebungkus bastus di tengah kemacetan itu. Makanan dan minumam sudah habis namun mobil tak kunjung berjalan.


Kondisi lapangan Cikeusik yang dipenuhi para pengunjung, menunggu pertunjukan wayang golek.

Kang ubai tinggal di mobil takut sewaktu-waktu mobil harus dijalankan, sedangkan aku kembali berjalan mengelilingi area keramaian. Tampak di lapangan pengunjung mulai bertambah banyak dan sudah menempatkan diri di posisi masing-masing. Mereka membawa tikar sebagai alas duduk dan bergerombol bersama rombongan masing-masing. Para penjual keliling pun mulai nampak di lapangan, ada penjual batsus, cilor, kacang rebus dan masih banyak yang lainnya. Mereka semua menunggu pagelaran wayang golek yang akan tampil. Wayang golek yang akan tampil berasal dari rombongan Yayat Ajen Wardaya "Gentra Pujangga" dari Tangerang. 


Nampak wayang golek berjejer menunggu untuk dimainkan oleh dalang.

Kondisi di jalan semakin ramai, bahkan untuk berjalan pun susah. Aku berjalan kembali lagi menuju mobil yang posisinya hanya berpindah beberapa meter saja. Sekitar pukul 20.30 WIB mobil mulai bisa berjalan walaupun pelan karena kondisi pengunjung yang begitu rapat. Kami masih harus berhenti kembali karena bergantian dengan kendaraan yang ada di depan. Akhirnya kami sampai di pertigaan yang hanya berjarak 500 m dari tempat kami berhenti sekitar pukul 21.00 WIB. Perjalan pun kami lanjutkan menuju ke Cibaliung melewati jalanan yang sepi dan lumayan gelap. Memasuki pasar CIbaliung nampak keramaian juga ada disana, namun lebih rapi dan tidak menimbulkan macet. Di Alun-alun Cibaliung juga ada pertunjukan wayang golek yang akan berlangsung, sehingga memang nampak ada keramaian.

Setelah melewati perjalanan yang tak terduga itu akhirnya kami sampai di tempat tujuan yaitu Boeatan Tjibalioeng. Kami bertemu dengan kawan-kawan yang sudah menunggu dari sore. Mereka baru saja selesai membuat nasi liwet dan kami pun diajak untuk makan malam bersama. Setelah itu kami berbincang-bincang dan menikmati malam dengan bulan yang indah. Mereka juga menuturkan bahwa di daerah Pandegelang Selatan khususnya Cikeusik dan Cibaliung, momen 17 Agustus menjadi saranan hiburan bagi mereka bahkan ramainya bisa melebihi hari raya lebaran. Hari semakin malam dan kami pun memutuskan untuk beristirahat.

Begitulah cerita keseruan semarak kemerdekaan yang baru pertama kali aku jumpai. Sampai jumpa di cerita perjalanan berikutnya ....


ARTIKEL TERKAIT

0 COMMENTS

LEAVE A COMMENT