Bersepeda Menjelajah Waktu: Cerita dari Depok

Depok(11/01), Udara pagi masih terasa segar walaupun matahari mulai memancarkan sinarnya. Jalanan dari Pasar Minggu ke arah Depok belum terlalu ramai. Ku kayuh sepeda dengan riang gembira menyusuri jalanan itu bersama Mas Adam. Sepeda ini hasil meminjam ke Mas Adam yang semalam juga aku tumpangi rumahnya untuk menginap. Kami berangkat dari Pasar Minggu ke Depok untuk ikut kegiatan Bersepeda menjelajah Waktu: Cerita dari Depok yang digagas oleh Bike to Work Indonesia yang bekerjasama dengan Komunitas Bambu. Kami berangkat pukul 6 lewat, dan memulai perjalanan dengan lumayan pelan karena ban sepeda yang aku gunakan kurang angin. Sembari memperhatikan sekeliling mencari tukang tambal ban untuk menambah angin. Setelah beberapa km akhirnya kami bertemu tukang tambal ban dan segera menambah angin ban sepeda yang aku gunakan. Sepeda kembali normal dan kami bisa meningkatkan sedikit kecepatan supaya segera sampai di tujuan.

Setelah menempuh jarak sekitar 13 km dalam waktu 45 menit, kami akhirnya sampai di tempat tujuan yaitu komunitas bambu. Terlihat beberapa peserta sudah ada yang sampai dan sedang duduk-duduk sembari berbincang. Kami disambut dengan ramah sekaligus saling tegur sapa dan berkenalan dengan menyebutkan nama dan asal. Pukul 07.00 kami dipersilahkan untuk menikmati sarapan berupa lontong sayur-sebenernya ada nama lainnya tapi saya lupa. Makanan ini mengambil menu dari buku Mustikarasa yang berisi berbagai macam resep makanan. Sembari menikmati makan pagi,  peserta lain mulai berdatangan juga. Mereka berasal dari depok dan beberapa wilayah sekitarnya seperti jakarta dan bogor, bahkan ada yang dari Jogja karena kebetulan sedang main ke Jakarta. Semua orang menyantap sarapan dengan hikmat dan guyub.


Menjelang pukul 08.00 panitia mengumumkan bahwa acara bersepeda akan dimulai tepat pukul 08.00. Selain itu diberikan pengarahan mengenai rute dan penjelasan mengenai sejarah Kota Depok secara singkat oleh Kang JJ Rizal. Dijelaskan bahwa Depok merupakan wilayah dengan pemerintahan terpisah yang dari Batavia. Terbentuknya wilayah Depok tidak lepas dari seorang tokoh yang bernama Cornelis Chastelein. Memilih lahan Depok yang dikembangkan bersama budak-budaknya. Hal ini dilakukan sebagai bentuk protes tehadap pemerintah kolonial pada masa itu. Setelah itu para budaknya dibebaskan dan mendapatkan hak warisan dari aset yang dimiliki oleh Chastelein. Hingga akhirnya pada tahun 1952 setelah Kemerdekaan, Pemerintahan Depok menjadi satu dengan Indonesia dan sebagian aset diserahkan ke pemerintah melalui Yayasan Lembaga Cornelis Chastelein(YLCC).

Pukul 08.00 perjalanan pun dimulai, para peserta bersiap di sepeda masing-masing dan setelah sesi foto bersama sepedapun mulai dikayuh. Setelah menempuh jarak yang lumayan jauh melewati flyover di atas stasiun Depok, masuk ke Jalan Margonda Raya dan belok ke kiri di jalan yang lebih kecil, kami sampai di tujuan pertama yaitu Kantoor van Het Gemeentebestuur van Depok (Dewan Kota Praja Depok). Gedung ini terakhir kali berfungsi sebagai Rumah Sakit Harapan Depon dan saat ini sudah tidak berfungsi. Gedung ini dibangun pada tahun 1880 sebagai kantor administratif, kemudian pada 28 Juni 1914 dibangun sebuah tugu di halaman gedung sebagai peringatan 200 tahun Cornelis Chalestein. Namun tugu itu dibongkar pada tahun 1960, walaupun saat ini sudah ada lagi tetapi bukan tugu yang asli dan sedikit agak berbeda. Pada awalnya terdapat sebuah prasasti/tulisan pada tugu tersebut yang berbunyi:

Mijn intentie is dat te Depok mettertijd een fraaie
Christenbevolking groeie
Cornelis Chastelein
28 Juni 1714

Jika kita terjemahkan ke Bahasa Indonesia maka artinya:
Niat saya, suatu saat nanti Depok akan menjadi kota yang indah.
Populasi Kristen terus bertambah
Cornelis Chastelein
28 Juni 1714

Diseberang gedung tadi ada satu rumah lama yang masih berdiri yaitu rumah milik Presiden Depok yang terakhir yaitu Johannes Mathijs Jonathans. Rumah ini masih digunakan sebagai tempat tinggal oleh generasi ke-3 dari Presiden Depok yang terakhir. Struktur rumah ini tidak ada perubahan kecuali rangka atap bambu yang kini diganti dengan kayu. Kami juga berkesempatan untuk berbincang dengan penghuni rumah. Rumah ini berbentuk memanjang ke belakang dengan teras di sisi sebelah kanan dan ada ruangan kecil di sisi sebelah kiri. Ruangan yang di sisi kiri saat ini difungsikan sebagai mini museum yang berisi foto-foto dan juga piagam penghargaan. Setelah berfoto dengan penghuni rumah kami melanjutkan perjalanan ke lokasi berikutnya.


Tak jauh dari Kantor Gemeente dengan menyusuri sepanjang jalan di depannya kami sampai di Kerk Straat (Jalan Pemuda). Di lokasi ini terdapat sebuah bangunan Hervormde Kerk (Gereja Masehi) yang masih berfungsi hingga saat ini. Ada hal menarik yang ada di tempat ini yaitu di pintu gereja diukir 12 nama marga budak-budak yang dimerdekakan oleh Chastelein. Selain gereja, di kawasan ini juga terdapat sekolah dan kantor Yayasan Lembaga Cornelis Chastelein.


Tempat tujuan selanjutnya adalah Jembatan Panus, jembatan sepanjang 100 m ini melintang di atas sungai ciliwung. Pada zaman dulu, jembatan ini digunakan sebagai akses utama menuju Batavia bagi orang Depok dan sekitarnya. Saat ini jembatan masih berfungsi dan bisa dilintasi walaupun bukan sebagai jalur utama dan hanya dilalui kendaraan roda dua saja. 


Lokasi terakhir yang kami kunjungi adalah makam kober. Dari jembatan panus kami melewati perkampungan dengan jalanan menanjak. Pemakaman ini berada di sebelah lapangan bola LCC. Disini terdapat beberapa kerkhof (pemakaman orang Belanda dan keturunannya) yang meninggal dan dikubur di depok. Selain itu, pemakaman ini juga digunakan sebagai pemakan bagi keluarga dan keturuannya. Setelah selesai berkeliling di pemakaman, kami kembali bersepeda menuju Komunitas Bambu. 


Setelah berkeliling sekitar 10 KM, kami tiba kembali di Komunitas Bambu. Acara dilanjutkan dengan pertanyan-pertanyaan seputar sejarah tempat-tempat yang baru saja dikunjungi. Para peserta sangat antusias untuk menjawab pertanyaan, terutama karena ada hadiah yang menanti. Peserta yang berhasil menjawab dengan benar akan mendapatkan hadiah dari panitia. Setelah hadiah habis, acara ditutup dan diakhiri dengan makan siang bersama. Menu makan siang kali ini adalah sayur rebung yang resepnya diambil dari buku Mustikarasa. Setelah itu para peserta kembali ke tempat masing-masing termasuk aku dan Mas Adam yang balik lagi ke Pasar Minggu.
Perjalanan pulang ke Pasar minggu kali ini kami memilih jalur yang berbeda dengan saat berangkat. Kami melewati kampung kemudian menyeberang di atas jalan toll dan sampai di sebelah UI. Kami menyempatkan untuk bersepeda di area kampus UI melalui setiap jalan yang ada dan setelah puas kami melanjutkan perjalanan ke Pasar Minggu. Kami melewati jalan kampung hinga melewati Situ Manggabolong, Setu Babakan, Kampung Betawi hingga Kebun Binatang Ragunan sebelum sampai di tempat tujuan. Begitulah cerita perjalananku kali ini, sampai jumpa di cerita berikutnya....

ARTIKEL TERKAIT

0 COMMENTS

LEAVE A COMMENT