Hari 26 : Ular Besi

Bapak pocung, renteng-renteng kaya kalung,
Dawa kaya ula, Pencokanmu wesi miring,
Sing disaba si pocung mung turut kutha.

    Bagi yang pernah mendapatkan pelajaran Bahasa Jawa mungkin tidak asing dengan bait di atas. Ya, bait tersebut merupakan salah satu syair/lirik dari macapat. Macapat merupakan  tembang atau puisi tradisional Jawa. Setiap bait macapat mempunyai baris kalimat yang disebut gatra, dan setiap gatra mempunyai sejumlah suku kata (guru wilangan) tertentu, dan berakhir pada bunyi sajak akhir yang disebut guru lagu. Itu pengertian macapat menurut wikipedia yang aku cari di mesin pencarian dan memang benar begitu seperti yang pernah aku pelajari. Macapat ada berbagai macam dan setiap kalimat memiliki makna atau arti. Bait di atas merupakan Tembang Pocung yang menggambarkan sebuah benda. 

Bapak pocung, berderet seperti kalung,

Panjang seperti ular, Pijakanmu besi miring,

Yang dikunjungi si pocung hanya antar kota.

    Kurang lebih arti dalam bahasa indonesia seperti di atas, sebuah kalimat yang menggambarkan suatu benda. Benda yang bentuknya panjang dan berderet serta berpijak pada sebuah besi panjang. Benda ini juga hanya mengunjungi daerah perkotaan. Ya benda itu adalah ular besi atau biasa sering kita sebut kereta api. Menurut aku kenapa benda ini disebut ular besi karena benda ini terbuat dari besi dan bentuknya yang panjang. Sementara disebut kereta api karena pada awalnya benda ini bergerak/digerakan oleh mesin yang berbahan bakar panas dan sumbernya dari api pembakaran. Walaupun menurutku tapi sepertinya memang begitu adanya. Namun saat ini kereta digerakan oleh mesin yang bersumber dari diesel tetapi masih populer dengan nama kereta api. Sedangkan yang digerakan dengan energi listrik namanya kereta listrik.

    Berbicara mengenai kereta mungkin sebagian dari kita sudah tidak asing. Salah satu moda transportasi yang banyak peminat baik dalam kota, antar kota bahkan antar provinsi. Menurut orang-orang yang lahir lebih dulu dibandingkan aku dan menggunakan kereta sebagai transportasi, kereta sudah mengalami banyak perubahan. Perubahan yang ada tentunya ke arah yang lebih baik. Sebelum ada perubahan ini, gerbong kereta penuh sesak baik oleh penumpang maupun pedagang. Namun saat ini gerbong sudah rapi, bersih dan tidak ada orang berlalu lalang seperti dulu. Semua perubahan pasti memiliki konsekuensi seperti yang digambarkan dalam lagu "Kereta" milik Iksan Skuter 

Ada yang hilang dari kereta
Penjual minuman sachet di antara termos
Yang selalu dibawa ke sana kemari
Mbok-mbok tua menawarkan nasi yang terbungkus koran bekas
Dijerat karet warna-warni

Banyak doa
Banyak cerita
Aku tak tahu ini apa
Kesedihan ataukah bahagia

    Namun dibalik itu semua, kereta juga menjadi salah satu bagian dari perjalananku. Perjalanan pertama menggunakan kereta dimulai tahun 2014. Mengantarkan menuju tempat peraduan baru dan mengantarku pulang ke kampung halaman. Menjadi teman perjalanan di kala libur kuliah tiba. Benda yang membawaku menuju pulau jawa bagian timur hingga pulau jawa bagian barat. Sebuah transportasi yang nyaman dengan harga yang lumayan terjangkau karena banyak pilihan. Perbedaan harga yang pasti akan berdampak beda pula dengan fasilitas yang didapat apalagi perbedaan waktu tempuh. Namun hal itu sejalan dengan istilah jawa "Ana Rega Ana Rupa". Tapi ada hal yang perlu diapresiasi juga yaitu ketepatan waktu. DIbandingkan transportasi umum lainnya, kereta memiliki ketepatan waktu yang paling tinggi di jalur darat. Tak heran jika masyarakat masih banyak yang memilih menggunakan kereta terutama saat musim mudik tiba.

    #menyusurisudutnegeri #28haribercerita

ARTIKEL TERKAIT

0 COMMENTS

LEAVE A COMMENT