Tugas Filsafat : Paham karena Minat, Mengerti karena Terpikat

Petunjuk Tugas

Mengungkap kembalisemampu akal dan pikiran anda menggunakan bahasa anda sendiri dan dituangkandalam sebuah tulisan atau karya bebas, dengan judul bebas, jumlah minimal 3halaman, spasi dan font normal/umumnya, dalam PDF, tetapi tetap memuatinformasi tentang tugas dari kuliah Filsafat Ilmu/Filsafat PendidikanMatematika/Filsafat Pendidikan Dasar (sesuai prodi), dari sebuah buku karya IKant (1781) berjudul The Critic of Pure Reason.

Bentukdokumen             :Pdf.

Format                               :Tugas 5_Nama_3 Oktober 20.

MaksimalPengumpulan : Sabtu, 3 Oktober 2020

 


Catatan:

1. Originalitaspikiran dan tulisan Anda lebih diutamakan.

2. Plagiarismeadalah musuh filsafat.

3. Diberikesempatan bertanya tentang tugas ini pada sesi VConf ke 2.

4. Tugas dikirim WAJapri.

 

 

Paham karena Minat, Mengerti karena Terpikat


-  -  -


Nur Anisyah Rachmaningtyas

Program Pascasarjana Penelitian dan Evaluasi Pendidikan

Universitas Negeri Yogyakarta


---


    Goro-goro dan sesilimbukan dalam pewayangan yang sering menjadi tontonan setiap akhir pekan,menjadi salah satu perantara dalam mempelajari dan mencoba memahamisedikit-sedikit filsafat. Bagaimana tidak? Dalam tulisan Prof Marsigit mudahdipahami ketika terbantu saat memahami siapa saja tokoh pewayangan yang seringkali ditonton, seperti Mak Cangik, Limbuk, Semar, Bagong, Gareng, Petruk dantokoh lainnya yang disesuaikan dengan karakter setiap tokoh. Bukan lagi hanyamengenalkan bagaimana pemikiran kita, cara pandang kita dalam berfilsafattetapi beliau juga mengenalkan kebudayaan dalam berfilsafat. Banyak hal yangtidak kita sadari dalam cara berpikir kita pada proses hidup ini atau bahasakerennya adalah a-priori sintetik, menurut Immanuel Kant. Pengetahuan apriori terdiri dari proposisi berdasarkanalasan tanpa adanya pengamatan. Sebaliknya, empiris atau pengetahuan posterioriterdiri dari proposisi yang menjelaskan berdasarkan pengalaman denganpengamatan dunia (Meiklejohn, 2010), (Ernest, 2004). Nah hal itu menjadi sebuah titik penting untukberfilsafat dan mengambil suatu garis keterhubungan antara konsep yang ada,peristiwa dalam kehidupan yang dijalani, serta apa-apa yang sudah menjadi garishidup atau takdir yang Allah berikan sejak kita belum menginjakkan kaki kebumi. Mari kita kupas dengan pembahasan yang ringan daribagian-bagian filsafatpada buku the critique of pure reason oleh Immanuel Kant.

    Seperti apaposisi a-priori sintesik itu? Kita sebenarnya mampu menjelaskan bahwa kitamemiliki intuisi dengan apriori murni yang berbentuk ruang dan waktu. Lalubagaimana kita dapat temukan? Ya, kita dapat temukan ketika kita melakukanpenilaian apriori yang dipadu padankan dengan sintetisnya. Maksudnya adalahpada saat kita memungkinkan untuk mencapai objek indera dengan pengalaman yangbenar, maka pengalaman kita muncul dalam pikiran kita. Pengalaman dalam pikirankita terbagi menjadi dua hal, yang pertama lebih pada kekuatan menerimarepresentasi, dan yang kedua adalah kekuatan untuk mengenal representasi(menghasilkan konsepsi). Sehingga, intuisi dan konsepsi menjadi unsur pentingdalam pengetahuan dan konsepsi tanpa intuisi dapat memberikan munculnya kognisipada diri kita. Selain itu, intuisi dan konsepsi bersifat empiris ketikamenghadirkan penginderaan, dan bersifat murni ketika tidak ada penginderaanyang bercampur dengan representasi. Tanpa kemampuan penginderaan, tidak dapatmemunculkan objek yang ditampilkan sehingga tidak muncul pemahaman pada pikirankita. Sedangkan pikiran tanpa isi adalah kosong, dan intuisi tanpa konsepsiadalah buta.

    Nah oke, mulaidari sini kita dapat mulai menanyakan dalambenak diri kita masing-masing. Kenapa sih kita hidup? Hidup dalam ruang dan waktu tanpa kita tau apa yangsebenarnya ada diantara keduanya. Disinikan pasti muncul cara berpikir kita pada proses diri untuk mengetahui “kenapakita hidup” Simpelnya orang awam akan selalu menjawab bahwa kita hidup itu yatakdir dari Allah. Ya, itu jawaban yang benar tapi salah. Mengapa? Kita hidupadalah suatu pilihan dari Allah yang telah jatuh pada diri kita, dengan katalain kita ini dipilih loh sama Allah biar kita hidup, dan kita dapat memilih.Memilih untuk apa? Ya untuk melanjutkan hidup dong. Hidup yang seperti apa?Hidup yang paham dengan hubungan antara dirinya dengan Tuhannya, dirinya dengansesama manusia, dirinya dengan makluk lainnya yang sesama hidup, dan tidak kalahpenting yaitu hidup yang paham dengan dirinya sendiri. Selain itu, pentingnyadari diri kita terkait dengan akal budi yang kita miliki dalam menjawabpertanyaan dalam benak tersebut. Tanpa kemampuan akal budi pada diri kita untukmenyusun suatu konsepsi dari pengalaman, kita tidak dapat merasakan pengalamandalam proses hidup kita sendiri.

    Transedentaltelah membuktikan, ketika kita memilki intuisi murni dan empiris, akan muncullogika dimana kita tidak perlu mengabstraksi isi semua kognisi. Pemahaman padasaat pengamatan menggunakan proses pikiran, yang dapat diterapkan padarespresntasi, sehingga tidak setiap kognisi bersifat apriori, tetapi hanyabersifat kognisi saja melalui pengenalan baik intuisi maupun konsepsi. Olehkarena itu, keterhubungan objek pengalaman yang bersifat apriori disebuttransedental. Melalui ilmu semacam ini, dalam nenentukan asal-usul, keluasan,validitas tujuan dari kognisi disebut logika transedental karena hal tersebuttidak memiliki hubungan kognisi empiris dan kognisi rasional tetapi hanyaemiliki hubungan objek apriorinya saja.

    Seperti halnyaketika kita terlalu terbiasa mementingkan kehidupan oranglain, terlalu terbiasa dengan lisan-lisan, perilaku, dan respon, bahkan terlaluterbiasa ikut campur urusan orang lain, sehingga melukai hati orang tersebut.Tidak sadar kan? Iya, itu sudah membudaya dalam diri kita, bukan? Sampai-sampailupa kan? seberapa jauh diri kita diantara keabu-abuan hal yang baik dan buruk.Kita juga terlalu terbiasa mementingkan kehidupan kita sendiri, terlalumengejar apa itu mimpi, terlalu kuat dalam memperjuangkan ambisi, hingga lupasiapa sebenarnya yang mampu menghidupi, mengabulkan apa saja yang menjadi doasetiap hari, dan memberikan masalah pada diri sekaligus memunculkan banyaksolusi, bukankah itu hanya satu, Sang Ilahi Rabbi? Nah, coba diruntut nih,banyak aspek yang memunculkan kausalitas dalam proses mengetahui dihidup kitaya, ini ternyata Kant memaknainya sebagai pernyataan sintetik yang bersifat a-priori.

    Mengapa kita tidakmencoba menata hidup yang memiliki landasan diri? Apa sih maksudnya? Jadibegini, pernahkah kita berhenti mencari, ya bisa dibilang bukan tidak mauberbagi atau tidak peduli sama sekali? Berhenti mencari kesalahan orang lainatau mencari-cari agar orang lain salah, berhenti mencari apa yang tidakseharusnya kita kejar diluar kemampuan diri agar tidak memunculkan kekecewaandilain hari, berhenti mencari apa saja yang sebenarnya tidak dibenarkan dalamsuatu tuntunan dari Sang Rabbi. Menata hidup kembali dengan landasan diri ataumemiliki pedoman, dapat membuat kita mampu menyusun atmosfer baru untukmelangkah kedepan tanpa harus menyakiti orang lain, tanpa melupakan Dia yangselalu mengharapkan kita dan mampu menapaki langkah hidup yang lebih hidup.Sebenarnya kita mampu memunculkan solusi sendiri dalam masalah kita, hanya sajakita seringkali kalah dan ciut dengan sudut pandang dan pola pikir kita padadiri kita sendiri. Dari ini, menurut versi Kant pada bukunya Critique ofPure Reason kita memiliki pandangan umum dalam memandang dunia(transedental) dengan perspektif diri kita sendiri atau bisa dibilang iniadalah bagian dari fenomena, bukan noumera.

    Kant (1781) jugamemiliki versi dalam mengungkap beberapa gagasan mengenai fenomena dan intuisi.Struktur yang digunakan oleh diri kita dalam memandang suatu fenomenamenurutnya adalah forma, sedangkan cara pandang diri kita dalam memahami danmengkategorikan fenomena agar mandapatkan pengetahuan itu yang dinamakankonsep. Simpelnya bahwa forma bagian dari intuisi, dan konsep dapat dipelajaridan diterapkan oleh intuisi untuk memahami forma yang telah terbentuk. Lalu?Bagaimana kita mampu menjangkau forma dalam melihat luasnya dunia? Ya, jelasdangan sangat menjadi dasar dalam berfilsafat. Ruang dan waktu adalah kunciutama yang harus selalu dipegang teguh. Namun, yang harus digaris bawahi, ruangdan waktu itu diluar dari pengalaman, makanya keduanya tidak bisa dipelajari,hanya dapat dinikmati dan selalu dibawa dalam membawa topik filsafat agar tidakterjadi hal yang tidak diinginkan ataupun tidak digunakan dengan semestinya,itu juga keduanya juga bukan bagian dari konsep. Sehingga, dapat dimaknakanbawa konsep berkorespondensi dengan pengalaman yang memunculkan suatu peradabanyang tidak melepaskan ruang dan waktu.

    Kant (1781) mengemukakanbahwa kebenaran sebagai kesepakatan pengetahuan dengan objek haruslah valid,karena kebenaran menyangkut konten. Pada analisis sensibilitas, Kant menyatakanbahwa menganalisis pemahamanharuslah menerapkan konsep pada pengalamaninderawi. Semua kombinasi tindakan dalam pemahaman disebut sintetis karenatidak dapat menerapkan konsep hingga pembentukan. Ross (dalam Marsigit,2013) mengungkapkan bahwa ruang dan waktu tidak benar-benar ada diluardari diri kita tetapi merupakan bentuk intuisi yakni pada kondisi persepsi dandipaksakan oleh pikiran kita sendiri.

    Setelah membahasterkait dengan konsepsi, representasi, ruang dan waktu kita bertemu dengansensibilitas yang memiliki makna bahwa kapasitas untuk menerima presentasi dariilmu estetika dan bagaimana benda diberikan pada diri kita. Jika representasipada objek secara murni adalah transedental, maka representasi objekmemunculkan sensibilitas. Sensibilitas menimbulkan intuisi. Jika intuisidipengaruhi oleh objek adalah intuisi empiris, maka dengan objek yang telahditentukan intuisi tersebut disebut intuisi inderawi murni. Namun jika pengaruhbjeknya tidak diketahui, maka disebut dengan fenomena, yang mana tergolog padaaposteriori. Munculya sensibilitas dan prinsip apriori, menyebabkan munculnya pulaestetika transedental yang mana terbagi mejadi dua hal, doktrik elementransedental dan logika transedental. Namun, dalam bukunya, Kant (dalamMarsigit, 2013) juga memaparkan bahwa tidak setiap pengetahuanapriori harus transedental,

    Atmosfer yang lagikita rasakan sekarang adalah hasil dari intuisi dan konseptual yang kitaperoleh dari tangkapan indera kita. Ada apa sih sama intuisi dan konseptual?Intuisi itu lebih kepada proses penerimaan pengetahuan tanpa konseptual. Bisadibilang tiba-tiba kita udah tau gitu aja, padahal ketika diruntut “loh kok akutau kata ini dari mana ya?” sedangkan diri kita tidak ada usaha dalammenggalinya, namun muncul begitu saja dari dalam diri. Nah dari sini kita bisamencoba mengambil suatu korelasi ketika atmosfer yang kita bentuk adalahsesuatu hal yang muncul dari diri kita tanpa ada konsep yang mendasarinyadiawal pengetahuan. Korelasinya adalah?  Ketika kita mampumengkondisikan intuisi dari dalam diri kita untuk menciptakan zona nyaman untukdiri kita, maka itulah munculnya atmosfer  yang dapat mendukungperkembangan aktivitas diri kita.

    Kembali pada waktudan ruang setelah menyelami intuisi dan konsepsi. Waktu merupakansuatu kontinuitas yang memiliki keeraturan dalam pengalaman sedangkan ruangtidak memiliki batas. Nah, dalam konsep matematika, kita sering mengenal adanyageomteri Euclid dan geometri non Euclid. Kenapa sih bisa muncul dan apakorelasinya dengan ruang dan waktu? Konsep geometri yangterbatas  menurut Kant adalah ruang Euclid. Namun banyak filsuf berpendapatmenolak gagasan Kant karena memandang cara pandang manusia memandang ruangtidak dibatasi dan dipengaruhi oleh perkembangan suatu zaman. Adanya geometrinon euclid, membangun dan memperbaiki cara pandang manusia dalammemandang dunia dengan objektif bukan dengan tingaktan pengalaman. Sedangkan menurut Kant (dalam Marsigit, 2013),pada matematika memiliki aksioma yang mana muncul melalui konstruksi konsepdalam intuisi objek. Matematika mampu menggabungkan predikat objek baik apriorimaupun aposteriori. Kant juga mencatat bahwa adanya bukti apodeitik hanyasejauh mana intuitif digunakan, tidak ada dasar bukti empiris yang menjadibukti dari apodeiktik. Adanya apodeitik dapat menjadi proposisi sintetik jikaditurunkan langsung dari konsep. Dengan kata lain, tidak ada dogma dalamfilsafat karena tidak ada penilaian sintetis yang diturunkan langsung darikonsep.

    Selain itu,atmosfer juga menjadi hal yang harus kita kenali dan kita bentuk ulang untukmenjalani hidup agar lebih mudah dan tidak membuat diri tertatih-tatih dalamgronjalan masalah hidup. Atmosfer seperti apa sih? Coba deh, semua hal yangkita mampu lakukan, lakukan dengan senang hati. Modal senang dulu deh, urusanbisa enggaknya dalam menyelesaikan suatu permasalahan ya bisa pikir sambilberproses. Eh kenapa gitu? Modal seneng dulu itu setidaknya ada titik minatuntuk menyelesaikan masalah meskipun tidak menjadi solusi utama tapi kan adabisa menjadi faktor pendukungnya. Dari modal seneng itu, kita juga harusberhati-hati dalam bersikap, berbicara bahkan sampai pada titik mengambilkeputusan agar tidak semena-mena dan lupa dengan kemampuan diri kita. Sehingga,disini kita memunculkan pengalaman dalam diri kita yang diwujudkan pada akalbudi kita untuk mengerti proses sebab akibat (kausalitass) yang ada pada dirikita sendiri, menurut gagasan Kant dalam karyanya.

    Nah, ketikaatmosfer dalam diri kita sudah terbentuk, kita mampu memilih zona mana yangbisa kita pijak, terlepas dari takdir yang telah Allah tetapkan dalam hidupkita. Sebaik-baiknya manusia itu berusaha dan berdoa, urusan hasil buat Allahyang ngasih ketetapannya. Mungkin kita selalu berharap kedepannya, tentangkeindahan, kesuksesan, kecukupan bahkan kesempurnaan dalam hidup, mungkin jugakita sering mengingat rasa getun dalam diri kita tentangketidakmungkinan, kesalahan, keterpurukan bahkan kebahagiaan yang terlewatkan.Sedangkan, seharusnya kita harus berpikir bahwa yang lalu tidak akan kembalilagi dan terlalu berharap dimasa yang akan datang tanpa usaha itu adalah suatukemustahilan diri dalam proses mengetahui.

    Banyak hal yangdiperoleh dari gagasan dari Kant yang disampaikan dalam karyanya didukungdengan konten nyata yang dipaparkan oleh Prof Marsigit dalam artikelnya pula.Catatan yang penting dari beberapa bab yang ada dalam buku Critique ofPure Reason yaitu 1) adanya batasan dalam nalar manusia saat terjadiproses memahami suatu hal, 2) Substansi dan kausalitas dibutuhkan daam prosespemahaman, 3) Pemahaman menghasilkan konsep, penilaian menghasilkan nilai,dan penalaran menghasilkan adanya pengambilan kesimpulan, 4) Penilaiantransedental diperoleh berdasarkan a priori yang menentukan posisi suatukonsep, 5) Pengetahuan fenomona kita dinilai valid secara transedental, etapujuga valid secara objek nyata, sedangkan diluar fenomena hanya ada dunianoumena yang mana diri manusia tidak dapat menjangkaunya.

 


Referensi :

Ernest, P. (2004) The Philosophy of Mathematics Education. London:RoutledgeFalmer is an imprint of the Taylor & Francis Group.

Kant, I. (1781) Kritik Atas Akal Budi Murni. Edited by S. Abdullah.Yogyakarta: Indoliterasi.

Marsigit (2013) Elegi Menggapai ‘Kant’s Discovery of all Pure Conceptsof the Understanding’. Available at:https://powermathematics.blogspot.com/2013/04/elegi-menggapai-kants-discovery-of-all.html.

Meiklejohn, J. M. D. (2010) ‘THE CRITIQUE OF PURE by Immanuel Kant’, pp.1–476.

 

 

 



Tugas Filsafat : Mengajukan 3 Pertanyaan
Tugas Filsafat : Apa yang kita tau itu tak kita tau
Tugas Filsafat : Ngelmu iku kelakone kanthi laku
Tugas Filsafat : Mengajukan Minimal 20 Pertanyaan

ARTIKEL TERKAIT

0 COMMENTS

LEAVE A COMMENT